CANDI
JOLOTUNDO : Pemandian Raja Kahuripan
Candi Jolotundo terletek di lereng
Gunung Penanggungan, tepatnya Desa Seloliman, Kecamatan Trawas. Jarak dari kota
Surabaya + 55 km, dapat dicapai dengan kendaraan pribadi. Keunikan petirtaan
ini adalah debit airnya yang tidak pernah berkurang meskipun musim kemarau.
Berdasarkan penelitian, kualitas airnya terbaik di dunia dan kandungan
mineralnya sangat tinggi. Candi Jolotundo merupakan bangunan petirtaan yang
dibuat pada zaman Airlangga (kerajaan Kahuripan). Di sekitar candi, disediakan
pendopo dan gazebo untuk menikmati suasana sejuk dan nyaman. Kawasan Jolotundo
juga dapat dijadikan titik awal menuju 17 candi lain yang tersebar di sepanjang
jalur pendakian Gunung Penanggungan. Lebih kurang 1 km sebelum candi Jolotundo
terdapat Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Seloliman.
|
Panjang
Lebar$3C/span> Kedalaman Bahan |
16,85 meter
13,52 meter 5,20 meter Batu Andesti |
SEJARAH CANDI JOLOTUNDO
Ada sejarah penting yang berhubungan dengan keberadaan Candi Jolotundo adalah angka 997 M yang dipahatkan di sebelah kanan tulisan Yenpeng kiri dinding belakang. Disitu juga terdapat tulisan di sudut tenggara.
Dalam sejarah diketahui bahwa Raja Udayana yang berasal dari Bali telah menikah dengan Putri Guna Priya Dharma dari Jawa. Dari perkawinan lahirlah Airlangga Tahun 991 M. Jadi tahun 997 M yang terdapat pada dinding merupakan pembuatan Petirtaan Jolotundo yang dipersiapkan Udayana.
Candi ini merupakan monumen cinta kasih Raja Udayana untuk menyambut kelahiran anaknya, Prabu Airlangga, yang dibangun 997 M. Sumber lain menyebutkan bahwa candi ini adalah tempat pertapaan Airlangga setelah mengundurkan diri dari singgasana dan diganti anaknya
Satu dari dua kolam mandi itu memang tempat mandi sekaligus berendam sang ratu. Sebuah kolam lainnya untuk sang raja. Dan hingga sekarang pembagian tempat berdasarkan gender tersebut masih berlaku bagi pengunjung.
Di dinding batu khas bangunan candi itu diberi petunjuk “Pria” di kolam mandi sebelah timur, dan “Wanita” di barat.
TRADISI DI CANDI JOLOTUNDO
Karena Candi Jolotundo adalah pemandian ratu, maka banyak para pengalap berkah yang mandi di pemandian Jolotundo di zaman sekarang menginginkan kecantikan secantik ratu di jaman Majapahit.
Pengunjung yang bakal melakukan ritual inilah bertujuan untuk ngalap berkah. Berkah yang diharapkan oleh ritualis wanita adalah untuk menambah kecantikan dan awet muda.
Khusus pada malam 1 Muharam atau 1 Suro tepat pada bulan purnama, Jolotundo dijejali pengunjung. Sebagian besar untuk melakukan kegiatan ritual dan sebagian lain sekedar menikmati siraman purnama obyek wisata di tengah hutan rimba tersebut.
[caption id="attachment_288711" align="aligncenter"
width="450" caption="Wisatawan menikmati pesona Petirtaan
Jolotundo"][/caption] Dari kawasan Ngoro Industrial Park (NIP)
perjalanan saya lanjutkan menuju Petirtaan Jolotundo di Kecamatan Trawas
Mojokerto. Tidak jauh dari kawasan NIP ada jalan beraspal yang cukup
lebar. Dipinggirnya ada plakat bertuliskan PPLH (Pusat Pendidikan
Lingkungan Hidup) Seloliman 9 km. Mumpung hari belum terlalu sore, saya
bergegas menuju kawasan Desa Seloliman dengan mengikuti petunjuk jalan
dari kawasan NIP tadi. Petirtaan Jolotundo juga berada di Desa
Seloliman. Kira-kira naik lagi sejauh 2 kilometer dari base camp PPLH
itu. [caption id="attachment_288713" align="aligncenter" width="400"
caption="PPLH Seloliman di Trawas Mojokerto"]
[/caption] Selama perjalanan saya menyaksikan
panorama alam yang menarik. Persawahan warga, birunya Gunung
Penanggungan, air gemericik di selokan kawasan pegunungan yang saya
amati saat beristirahat sejenak di pinggir jalan. Tak terasa saya
akhirnya sampai juga di kawasan Desa Seloliman tempat base camp PPLH
itu. [caption id="attachment_288715" align="aligncenter" width="400"
caption="Persawahan warga saat menuju Petirtaan Jolotundo"]
[/caption] Perjalanan masih harus dilanjutkan lagi
karena tujuan saya bukan ke PPLH ini melainkan ke situs yang konon dulu
merupakan warisan Prabu Udayana saat beliau masih berusia belasan
tahun. Setiap pengunjung Petirtaan Jolotundo dikenakan tiket masuk
sebesar Rp.6000,- sedangkan ongkos parkirnya sebesar Rp.2000,-. Perlu
traveler ketahui bahwa objek wisata ini buka 24 jam lho. Pokoknya non
stop. Ada area parkir untuk mobil dan sepeda motor. Warung kuliner juga
tersedia di sana. Namun untuk bisa mencapai objek wisata Petirtaan
Jolotundo traveler harus berhati-hati sebab jalan beraspal itu
trekingnya naik-turun dengan tikungan yang lumayan tajam. Maklum lokasi
ini terletak di pegunungan. Ada rambu-rambu di pinggir jalan yang harus
diperhatikan oleh para pengunjung situs. [caption id="attachment_288718"
align="aligncenter" width="400" caption="Petirtaan Jolotundo sudah
sangat terkenal"]
[/caption] Wow Petirtaan Jolotundo terlihat sangat
ramai pengunjungnya terutama pada hari libur seperti Minggu siang itu.
Berbeda sangat jauh dengan kekunoaan yang telah saya kunjungi sebelumnya
(Situs Jedong di Ngoro, Mojokerto). Petirtaan Jolotundo secara
administratif terletak di Dukuh Balekambang, Desa Seloliman, Kecamatan
Trawas, Mojokerto-Jawa Timur. Secara geografis berada di ketinggian 525 m
dpl tepatnya di lereng barat Gunung Penanggungan. [caption
id="attachment_288726" align="aligncenter" width="360" caption="Memasuki
kompleks Situs Jolotundo di Desa Seloliman"]
[/caption] Dari informasi yang terpasang di tembok
luar pos jaga candi diketahui bahwa bentuk Petirtaan Jolotundo yang
berbentuk empat persegi panjang dengan teras di tengah dan puncak
pancuran di tengah-tengah ternyata memiliki arti simbolis sebagai
gambaran Mahameru (Gunung Semeru). Dalam konsepsi Hindu, Mahameru
dianggap sebagai gunung suci tempat bersemayam para dewa. Konsepsi ini
sebenarnya telah dikenal semenjak jaman prasejarah (masa Megalitikum)
yang menganggap gunung sebagai unsur tertinggi tempat bersemayamnya roh
nenek moyang. [caption id="attachment_288720" align="aligncenter"
width="400" caption="Petirtaan Jolotundo warisan nenek moyang yang luar
biasa"]
[/caption] Petirtaan Jolotundo dianggap pula
melambangkan pengadukan lautan dalam cerita "Amrtamanthana" yang
menceritakan proses mendapatkan air suci dengan menggunakan Gunung
Mahameru yang dililit oleh ular Batara Wasuki. Berdasarkan hal itu,
Petirtaan Jolotundo disamakan dengan lautan, sedangkan teras dengan
pancuran berbentuk silindris yang dililit seekor ular melambangkan
bentuk Mahameru. Air yang keluar dari pancuran itu sendiri dianggap air
suci atau "Amrta". [caption id="attachment_288723" align="aligncenter"
width="400" caption="Petirtaan Jolotundo terlihat dari atas"]
[/caption] Dari berbagai penelitian terdapat
perbedaan pendapat mengenai fungsi petirtaan ini. Beberapa ahli seperti
Shutterheim, Krom, Vanstein Callenfels beranggapan bahwa Jolotundo
merupakan tempat pemakaman. Namun pendapat tersebut dibantah oleh
beberapa ahli lain yang menganggap sebaliknya, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Soekmono bahwa candi bukanlah makam. Selain itu bukti
arkeologis lain juga menunjukkan bahwa Petirtaan Jolotundo dibangun oleh
Raja Udayana pada saat beliau berusia 14 tahun. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Soekartiningsih maka fungsi petirtaan ini adalah
sebagai monumen pernyataan dan keberadaan diri Raja Udayana saat
mengundurkan diri dengan bersemedi dalam rangka menghimpun kekuatan yang
akan digunakannya untuk kembali menduduki tahta di Bali. [caption
id="attachment_288729" align="aligncenter" width="400" caption="Gapura
masuk Petirtaan Jolotundo"]
[/caption] Petirtaan Jolotundo pada dasarnya
merupakan kolam dengan ukuran 16X13 meter persegi, menghadap ke Barat.
Petirtaan ini dibuat dengan memotong sebagian lereng Barat Gunung
Penanggungan. Di sudut tenggara dan timur laut terdapat masing-masing
sebuah kolam kecil. Di atas kolam kecil tersebut terdapat bangunan
seperti candi, yaitu semakin ke atas semakin meruncing yang menempel
pada dinding belakang. Bangunan ini mempunyai dua relung yang pada
bagian atas masing-masing relung dihiasi. Relung bagian atas telah
kosong, sedangkan relung bawah terdapat arca naga yang berfungsi sebagai
saluran air dan dinding belakang ke kolam kecil. Bukti arkeologis yang
berbentuk relief di petirtaan ini telah banyak yang rusak dan sebagian
tidak diketahui tempat aslinya. Selain relief, di petirtaan ini terdapat
empat buah prasasti pendek dengan huruf Jawa Kuno, yaitu : 1. angka
tahun 899 saka di dinding atas sebelah kiri, 2. kata terbaca Gempeng di
dinding atas sebelah kanan, 3. kata terbaca Udayana di sudut tenggara,
4. kata terbaca Mragayawati di sudut tenggara. [caption
id="attachment_288730" align="aligncenter" width="400"
caption="Petirtaan Jolotundo berada di lereng Gunung Penanggungan,
Mojokerto"]
[/caption] Empat inskripsi pendek ini semakin
melengkapi aspek kesejarahan Petirtaan Jolotundo. Banyak ahli sepakat
bahwa angka tahun 899 saka merupakan tahun berdirinya Petirtaan
Jolotundo. Bila demikian adanya maka pada tahun tersebut Udayana telah
berumur 14 tahun. Inskripsi angka tahun tersebut menjadi semakin menarik
bila dikaitkan dengan cerita yang ada di relief Jolotundo. Cerita
tentang penculikan Mrgawati yang sedang mengandung Udayana kiranya dapat
disejajarkan dengan proses pengungsian Udayana ke Jawa Timur ketika
Bali sedang dilanda pralaya (musibah/bencana peperangan). Peristiwa ini
berkaitan erat dengan inskripsi yang berbunyi "gempeng". [caption
id="attachment_288734" align="aligncenter" width="400"
caption="Inskripsi terbaca Gempeng"]
[/caption] Muncul berbagai tafsiran para ahli yang
mengatakan bahwa gempeng berarti lebur, dikubur, wafat, hancur atau
rasa sedih. Bila dilihat dari aspek arsitektur pembangunan petirtaan ini
maka kata gempeng dapat diartikan sebagai melebur atau memotong. Hal
ini disebabkan petirtaan ini dibangun dengan memotong lereng gunung
sehingga bangunan ini seakan-akan melebur menjadi satu kesatuan dengan
Gunung Penanggungan. [caption id="attachment_288739" align="aligncenter"
width="400" caption="Inskripsi terbaca tahun 899 saka"]
[/caption] Adapun adanya tulisan Udayana dan
Mragayawati yang dipahatkan pada dinding teras Jolotundo dapat dipandang
sebagai usaha Udayana untuk memantapkan kedudukannya dengan menggunakan
nama ibunya yang dalam naskah dikenal sebagai Mrgawati. Dalam sejarah
perkawinan Udayana dengan putri Jawa yaitu Gunapriyadharmapatni
dipandang sebagai usaha untuk memantapkan kedudukannya. [caption
id="attachment_288743" align="aligncenter" width="400"
caption="Inskripsi terbaca Mragayawati dan Udayana"]
[/caption] Para wisatawan yang mendatangi Situs
Jolotundo ternyata memiliki motivasi yang berlainan. Ada yang datang ke
tempat ini karena memang ingin berwisata sejarah menikmati kemolekan
Petirtaan Jolotundo sebagai warisan Raja Udayana. Tidak sedikit yang
terlihat diantara mereka membawa wadah air berupa botol, cerigen atau
bahkan galon air minum. Para wisatawan itu sengaja datang karena mereka
meyakini air yang keluar dari pancuran petirtaan ini berkhasiat.
[caption id="attachment_288744" align="aligncenter" width="400"
caption="Wisatawan ada yang datang dengan membawa galon air"]
[/caption] Sebagian lagi dari mereka baik
laki-laki maupun perempuan tidak segan-segan menceburkan diri untuk
mandi dalam bilik yang terpisah antara pria dan wanita. Diantara para
turis itu ada yang berkeyakinan kalau mandi di petirtaan ini bisa
membuat wajah awet muda, terbebas dari berbagai penyakit khususnya
penyakit kulit. Saya sempat menyaksikan beberapa pria berbadan gempal
dan bertato memasuki bilik khusus laki-laki. Mereka mandi dengan air
yang sudah dicampur dengan bunga. Sebelum mandi para pria itu bersemedi
di bagian atas dari petirtaan ini. Entah apa maksud para pria ini?
[caption id="attachment_288745" align="aligncenter" width="300"
caption="Bilik mandi kaum pria di Petirtaan Jolotundo"]
[/caption] Di kolam Petirtaan Jolotundo, traveler
bisa saksikan ikan-ikan besar dalam jumlah yang banyak. Ikan-ikan itu
terlihat jinak, terkadang mulutnya yang lucu menjilati kaki wisatawan
yang berendam di kolam itu. Mereka berlarian kesana kemari berebut
makanan dari para turis yang menaburkan pelet ikan. Anehnya tidak
satupun wisatawan yang berani iseng dengan mengambil atau bahkan mencuri
ikan-ikan yang konon dianggap keramat itu. [caption
id="attachment_288747" align="aligncenter" width="400" caption="Ikan di
petirtaan tumbuh dan berkembang dengan baik"]
[/caption] Sebagian masyarakat sudah mengetahui
dari cerita mulut ke mulut kalau air di petirtaan ini ampuh dan
berkhasiat obat. Pernah ada peneliti asing yang mencoba menganalisis
kandungan kimia dan fisika air Petirtaan Jolotundo, dari hasil
penelitian itu diketahui kalau air petirtaan ini memang termasuk yang
terbagus di dunia. Konon air asli petirtaan ini bisa tahan sekian lama
dengan tidak mengalami perubahan secara fisika maupun kimia tanpa
diproses lebih lanjut. [caption id="attachment_288749"
align="aligncenter" width="400" caption="Pedagang hewan musang (luwak)"]
[/caption] Kemolekan Petirtaan Jolotundo ternyata
tidak disia-siakan begitu saja oleh para pemburu rezeki. Seorang pria
bertopi berada di tengah taman situs ini, ia terlihat sedang membawa
seekor musang (luwak) yang sudah jinak. Sang pria menawarkan hewan itu
kepada para wisatawan yang mengunjungi petirtaan ini. "Bisa dibawa
pulang Pak untuk keluarga di rumah" kata pria itu. Wow! tentu akan
menjadi oleh-oleh yang spesial. [caption id="attachment_288753"
align="aligncenter" width="400" caption="Menikmati pesona petirtaan dan
tentunya kisah dibalik pembuatannya"]
[/caption]

1379339911573075922

13793400941794368011

13793403961628796214

1379341058353148180

13793405831131228436

13793408811999532838

13793412381176442975

1379341487329070657

1379341737963902287

13793419451591278945

1379342126510948686

1379342308970962843

13793425131674174697

13793426531804092131

1379342818322233759

13793429841408050583


Komentar
Posting Komentar